“Pencemaran : Sumber Kiamat”
Hari itu akan datang. Hari yang menakutkan bagi seluruh umat manusia. Bahkan, akan menjadi bencana terbesar dalam sejarah peradaban manusia lebih mengerikan atau mungkin sama dengan kiamat. Setiap orang kesulitan untuk bernafas karena udara bersih hanya tersedia dalam sebuah tabung kecil yang diperebutkan satu sama lain dengan cara saling membunuh. Alam sudah enggan untuk memberikan udara bersih secara bebas dan gratis. Saat itu, alam hanya menyediakan udara dengan kandungan karbonmonoksida kadar tinggi yang sewaktu – waktu dapat mengikat haemoglobin dalam darah menggantikan oksigen dan menyumbatnya untuk sampai ke otak. Selain itu, alam menyediakan udara dengan kandungan zat iritan yang mampu membuat alveoli dalam paru – paru manusia pecah layaknya balon tertusuk jarum. Dunia diselimuti asap hitam tebal hingga terasa tidak ada perbedaan antara siang dan malam. Berbagai negara melaporkan bahwa tingkat opasitas di udara sudah begitu mengkhawatirkan. Kebiasaan berjemur dibawah sinar matahari pagi menjadi suatu hal yang ditakuti karena dapat menyebabkan kanker kulit akibat luasnya lubang – lubang ozon di atmosfer. Menghirup udara sejuk dan segar dibawah rindangnya pepohonan hijau, hanya tinggal sebuah kenangan indah. Sebelumnya manusia bersahabat dengan udara, tapi saat itu udara menjadi memusuhi karena pengkhianatan yang diperbuat oleh kita sendiri. Secara sadar ataupun tidak, kita mendidik alam untuk menjadi musuh yang kuat dengan memberikannya hujan asam membuat layu dedaunan hijau dan menebang pepohonannya secara liar. Namun ternyata tidak hanya udara, ada air yang akan menemaninya memusuhi umat manusia pada saat itu. Air bersih menjadi harta yang tak ternilai harganya, melebihi mahalnya minyak bumi. Manusia akan mengorbankan apapun demi memenuhi dahaga hausnya setelah berhari – hari kesulitan untuk minum. Hari itu air sangat berlimpah, tapi telah berubah menjadi warna yang menyala akibat limbah pewarna tekstil. Tiada lagi ditemukan sumber air bersih dan segar memancar keluar dari dalam tanah atau mengalir meliuk – liuk mengikuti arus dataran rendah. Kala itu hanyalah semburan mirip lumpur lapindo menjadi pemandangan sehari – hari. Orang – orang tidak lagi mampu mengendalikan mimik mukanya, karena syaraf yang mengatur semua itu telah mati akibat minum air yang mengandung merkuri atau dapat juga karena pengaruh syndrom manganism. Lebih parahnya tingkat bayi lahir cacat meningkat tajam. Hal itu membuat ibu hamil menjadi ketakutan untuk melahirkan anaknya, sehingga mereka banyak yang melakukan aborsi. Mereka menyesal karena dahulu tidak pernah memberikan ruang dan tempat serta menghiraukan ajakan para pemerhati lingkungan dan kesehatan. Meskipun begitu, kala itu penyesalan tidak akan pernah menghentikan kepunahan peradaban dan mimpi buruk itu lambat laun telah berubah menjadi kenyataan.
No comments:
Post a Comment